November 28, 2011

Coincidence

Oke, saya lagi tertarik sama satu kata ini. Coincidence. Beneran nggak sih kalo coincidence itu ada? Pendapat orang jelas beda-beda. Jadi sekarang yang mau saya utarakan disini jelas pendapat saya. Coincidence. Kalo kata kamus Hasan Shadily and John F. Echols, coincidence berarti kebetulan. Kebetulan di mata saya adalah cara Tuhan bekerja. Misterius dan semua orang nggak akan pernah tau how it works. Begitu juga coincidence. Kita taunya 'oh, those happen!'. Hanya tau itu aja. Beda dengan 'coincidence yang diusahakan'. Itu bukan lagi kebetulan namanya mah!

Saya bisa dibilang kebetulan kali ya. Awal kuliah dulu saya addicted banget sama facebook. Sampe banyak temen yang meski mutual friend-nya cuman satu, saya add juga. Najis banget kalo inget, tapi itu bagian dari pendewasaan diri dulu, hidup tanpa menjadi ababil itu bukan hidup yang sempurna, kawan. Sama seperti gak ketemu kamu di mimpi pun, namanya bukan mimpi yang sempurna, kata Ariel Peterpan. *njis, dilebar-lebarin pula masalah tak sempurnanya itu!*
Nah, dari facebook kan saya jadi kenal anak-anak DKV (Desain Komunikasi Visual) yang sukanya bawa-bawa kamera terus bikin-bikin ilustrasi, atau ornamen, atau apalah informasi huruf yang bisa digrafisin-visualin, gitu. Nah, gadget yang 'mereka banget' kan pastinya gadget yang bagus buat grafis, gadget yang cerdas dalam pewarnaan dan lain-lain. Out of all, Apple for example. Ngeliat keeksklusifisan dan kesimpelan bentuknya, saya jadi jatuh cinta. Sama si Apple whatever whatever itu maksudnya. But i knew, the price is extremely fantasric, so damn expensive. Jadi, saya hanya bisa memilikinya kalo udah kerja, that's it dan saya close semua mua keinginan buat punya si Apple whatever whatever itu. Tapi yes, keinginan punya produk Apple yang fantastic selalu ada di setiap ulang tahun. Not to be begged, just to remember me that i have a dream. Buat kalo semisal saya baca wishlist saya, si Apple yang ada di wishlist nomer satu itu selalu memecut semangat saya buat selesein kuliah, get your dream job, buy your dream gadget. Begitu ceritanya.

Coincidence kah? Entah. Itu mungkin bisa ngejawab beberapa komentar temen-temen yang suka nanya 'kenapa sih saya suka Apple, kenapa suka iPhone yang harganya sesadis itu, kenapa suka iPod yang keguanaannya sama kayak MP3 biasa, kenapa suka yada yada yada yadaaa...'. You can shut your mouth up, you've got the answer <3

Ciao!

November 17, 2011

Pagi ini saya lagi sedih, readers. Semalem saya kan nyari info soal how we can do to save orangutan. Dan ternyata, setelah logwalking dan mampir blognya Mbak Ajeng, saya menemukan salah satu cara buat kita bisa ikutan berpartisipasi. Nah, caranya adalah dengan mengadopsi bayi orangutan yang yatim piatu. Buat saya yang belum kerja, nominal biayanya mungkin agak mencekik karena belum ada penghasilan pasti selain kadang kerja part time dan uang saku dari ayah sendiri (ini memalukan sebenernya). Saya ngerti kok kapasitas saya, saya juga tidak memaksakan. Tapi saya memang selalu berpkiran: kenapa nggak dicoba? Alhasil, mungkin saya bisa kalo diajak urunan.

Jadi, semalam itu saya sebarluaskan berita soal adopsi orangutan itu. Saya yakin, diluar sana pasti ada orang yang bakal tersentuh dan berkapasitas untuk mengadopsi bayi orangutan. Tapi sampai paginya, saya tunggu nggak ada repky apa-apa soal adopsi orangutan. Tidak sekalipun usaha buat gimana-gimana ngapain gitu kek. Alasannya sama, belum punya duit. Saya juga belum punya duit, tapi ya, jujur, saya sekarang lagi diambang antara kesal, kecewa dan marah. Gimana bisa mereka lancar minta pencerahan, belas kasihan orang lain kalau mereka sedang ada masalah? Padahal masalah mereka bukan menyangkut hidup mati mereka, bukan menyangkut pemusnahan habitat mereka. Coba tengok orangutan. Tengok dan lihat dengan seksama. Kita hidup memang karena suatu masalah. Coba kalo Hawa nggak bikin masalah, kita semua pasti tinggal di surga, orangutan juga tinggal di surga :'(

Kembali ke topik orangutan.
Dan keadaan orangutan benar-benar mengusik saya. Populasinya, yang dulu sekitar 200 ribu, sekarang udah ngga ada separuhnya. Pembakaran hutan, memusnahkan sumber makanan mereka hingga mereka terpaksa mencari makan di perkebunan kelapa sawit dan dianggap sebagai hama. Coba bayangkan jika kalian yang menjadi orangutan. Cari makan buat kelangsungan hidup kalian dan selanjutnya dianggap hama? Sakit hati nggak tuh? Yah, kalo orangutan mah udah ditelennya itu rasa sakit hati. you never walk in their shoes, saya juga belum. Tapi manusia punya otak kanan yang diciptakan buat berempati dan bersimpatik. Bukan hanya ngebangga-banggain dirinya dan keluarganya yang bisa ini-itu tapi belum bisa nolong yang lain. Sorry kalo harus nyalah-nyalahin kalian. Tapi emang saya udah eneg sama hal-hal sok baik sok suci sok pahlawan. mau tau pahlawan yang sebenarnya? Tanya para relawan merapi yang dulu-dulu! Tanya relawan orangutan, tanya pembela rusa-rusa yang kehausan di Istana Negara, tanya gimana perasaan komodo yang dijadiin bahan becandaan seluruh dunia? Jangan hanya bangga dengan " saya udah khatam Al-Qur'an sepuluh kali lho, Alhamdulillah ya." ya kalo udah khatam, implementasinya apa? Saya lebih suka denger " yah, ngga banyak sih, sehari masukin seribu aja, setahun udah bisa buat sedekah."

Yes, i take it seriously. Terserah orang bilang saya frontal atau gimana, menurut saya, dirty word means nothing, tapi dirty act means villain. Jadi lebih pentingan tindakan daripada perkataan? TRUE! SUPER TRUE! Sumpel mulut saya kalo perkataan saya udah mulai nusuk, saya ngga masalah asal perilaku saya ngga menusuk siapapun.

Oke, kembali ke orangutan. this is just simply touchy to see them sleep in the jungle without their parents. Alone and wounded. Mereka dianggap hama, oke, shit you people! *akhirnya ngomong jorok juga* *yaterserahgue*
Ini ada link buat adop orangutan --> http://orangutan.or.id/adoption dan saya berharap kalian berminat. Buat biaya dan apapunnya, semua lengkap disitu. Kok tulisannya bahasa inggris? Ya lo berharap tulisannya bahasa sansekerta?! Nggak ngerti caranya? Coba open google translate. Sori, ini gue to the point aja ngomongnya, biayanya mureeeh buat mereka yang udah kerja. Kalo saya, saya memplanningkan diri buat tahun depan mendaftarkan diri sebagai 'ibu' orangutan. Terseraaaaah lo mau bilang apa, well-done is better than wellsaid, right? Tanya Ippho santoso, jangan cuman ngomongin kebaikan-kebaikan Ippho aja, lakuin!

November 13, 2011

Empat Musim

Cheerstraw!! :)

Ini bukan cerita tentang musim secara harfiah. Ini cerita bukan pula tentang persahabatan yang selalu berbeda, tapi justru entah mengapa, empat musim yang menyatu dalam tahun, membentuk serasi waktu dan bersama terkungkung dalam haru.
Empat musim, kata orang Eropa, ada musim dingin (winter), musim semi (spring), musim panas (summer) dan musim gugur (fall). Winter untuk Rina yang pendiam dan penuh misteri. Spring, untuk Hannah yang warna-warni. Summer untuk Priscel yang selalu ceria dan segembira tamasya. Dan Fall untuk aku yang dramatis dan setengah romantis. Yes we are fantastic four!

Kami bukan geng, kami adalah sahabat yang bersatu dan sejalan dengan persahabatan lain. Kami semua memiliki hidup masing-masing, aku contohnya, aku punya sahabat lainnya. Sebut saja sahabat KP saya, Intan, Wulan, Aris dan Ikhsan. Sahabat KKN. Sahabat SMP sebut saja Indah, Mami, Anisa, Ayu, Eliana, Nurma, Ayok dan Doni. Sahabat SMA, Rara. Sahabat... kenapa jadi ngejabarin temen menggalau aku sih? Ya, intinya kami tidak memusatkan kehidupan pada musim kami. Bukan pula sisa atau pinggiran yang terbuang. Entah bagaimana caranya, kami ada dan bersama. Tidak selalu teratur berjumpa, tapi selamanya berlangsung dalam ada.

Aku menyayangi mereka. Meski tidak dalam sengaja kita berjumpa. Tapi entah dalam jeda waktu, kita bergerak dan berbicara bersama. Bagaimana? Entahlah, semesta membuat empat menjadi kelompok penuh asa, yang semangat membicarakan masa depan.

Hannah untuk ide-ide kreatifnya dan pengetahuan mendalam soal finansial.
Priscel untuk analisis ekonomi dan kemampuan marketingnya.
Rina untuk ketegasan dalam butir-butir kebijakan dan intelektual negeri.
Dan aku, apa ya? Entahlah, mungkin menulis, menciptakan dan mengkritik.

Kita berempat yang bersatu dalam sama. Kita berdebat dan berakhir bahagia. Priscel selalu keras, kadang lupa menyaring setiap katanya, tapi Inda selalu diam mengalah dan akhirnya lupa untuk marah :D
Hannah yang kadang emosi secepat kilat, dati perlalu secepat angin yang lewat. Atau Rina, yang diam menyembunyikan galau, yang minta ditemani dalam menurunkan kadar resahnya. Kami berempat beda, dan saling melengkapi. Kami bertemu dalam kuliah yang nyata, kuliah kehidupan. Kami berjalan bersama, menaiki tangga masa depan. Kami berbeda jurusan, tapi kami menyambung asa dengan tawa.

Gals, thank you for these almost 5 years. I love you, always. Keep remembering how we laugh, how we share, and how we cry. Stay here, either in my heart, and yours. I'm gonna miss you, for almost my life time :)

Thanks for being my life,
Inda, 13 November 2011
 

November 03, 2011

Ayah Mengajariku Sederhana

Cheerstraw!! :)

Ayah mengajariku sederhana.
Sesederhana memetik arbei sepulang sekolah.
Sesederhana membeli teh anget di Pak Soleh selepas sekolah usai.
Sesederhana mengaji setiap pukul empat sore.
Sesederhana selalu memberi kepada yang membutuhkan.
Sesederhana berjalan kaki sejauh yang aku sanggup.
Ayah mengajariku hidup sederhana.
Tapi aku masih sering bertanya, hidup sederhana itu seperti apa?
Membeli ronde setiap sore? Makan mie ayam bersama saat hujan?

Ayah bilang, di atas langit masih ada langit.
"Naik bis aja, Ibumu masih belum bisa lepasin kamu naik motor."
Dan akupun belajar sederhana dari hal itu.
Merasakan naik bis pada pukul empat pagi bersama pedagang pasar dan pekerja penglaju lainnya? Sudah.
Meredakan tangisan anak kecil dengan memberinya sebuah gelang karet? Pernah.
Mempersilakan orang tua duduk di bangkuku? Sering.
Menawarkan makanan buat buka puasa dengan teman sebangku di bis? Beberapa kali.

Ayah, apakah aku sudah bersederhana?
Apakah aku sudah memenuhi kriteria orang-orang yang tidak sombong?
Ayah, tegur aku bila aku mulai sombong.
Ingatkan aku untuk selalu memandang ke bawah, kepada mereka yang tidak seberuntung aku.
Ayah, terus jaga aku agar menjadi orang yang sering memberi,
dan selalu sederhana.

Jogja, 3 November 2011