Oktober 19, 2017

Jangan Nonton Kalo Takut Kesindir.




Jadi gini, kapan hari itu aku nonton film di bioskop. Udah agak lama sih. Kemudian tiba-tiba muncul trailer film yang menceritakan geng anak muda, dua laki-laki dan dua perempuan. Dandanannya kalo menurutku sih norak ya, tapi siapa tahu itu memang dandanan kids jaman now? Hahaha. Pergaulannya bebas, seakan nggak terkekang, kemudian ditampilkan pula orang tua yang terlihat kewalahan menghadapi anak-anaknya. Waktu itu kupikir, film apa sih ini? Bukan yang langsung penasaran, tetapi yang mikir, apa emang anak jaman sekarang gitu banget sih?

Ternyata, film ini adalah fil My Generation, yang ternyata lagi, sutradaranya adalah Mbak Upi. Iya, MBAK UPI FAVORITKU ITUH! Sebelumnya aku emang suka sama beberapa film-film garapan Mbak Upi. Pernah nonton Realita, Cinta, dan Rock n’ Roll? Pernah nonton Radit dan Jani? Ini nih aku tanyain, ada yang belum pernah nonton 30 Hari Mencari Cinta? Yang sampai sekarang lagunya Sheila on 7 yang jadi soundtrack-nya itu terngiang-ngiang terus di kuping ya ampun aku kangen jaman dulu huhu T__T

Sheila Gank mana nih suaranyaaaa uhuukk!

My Generation sendiri menceritakan tentang persahabatan 4 anak SMA, Zeke, Konji, Suki, dan Orly. Diawai dengan gagalnya mereka pergi liburan karena video buatan mereka yang berisi protes terhadap guru, sekolah, dan orang tua menjadi viral di sekolah mereka, sehingga mereka dihukum tidak boleh pergi liburan. Tapi buka anak millennial dong kalo nggak banyak akal. Mereka ogah merutuki keadaan dan membuat orang-orang yang menghukum mereka berpuasdiri. Liburan sekolah yang terkesan tidak istimewa, akhirnya justru membawa mereka pada kejadian-kejadian dan petualangan yang sangat berarti dalam kehidupan mereka berempat. Petualangan dan kejadian apa sih yang bener-bener bikin anak muda yang penuh dengan pemberontakan ini akhirnya takluk dan berubah mindset? Penasaran? Sama HAHAHA.

Karakter keempat anak muda ini cukup unik, bahkan masing-masing punya masalah sendiri-sendiri yang sebenarnya mereka denial ya untuk mengakuinya. Bagaimana sih karakter mereka yang beda-beda itu? Ini nih:

  • Orly. Dia perempuan yang kritis, pintas, dan berprinsip. Dan, dia sedang dalam masa pemberontakan akan kesetaraan gender dan hal-hal lain yang ‘melabeli kaum wanita’. Salah satunya tentang keperawanan. Orly berusaha mendobrak dan menghancurkan label-label negatif yang sering diberikan kepada perempuan. Diluar itu, Orly bermasalah dengan ibunya yang single parent, yang sedang berpacaran dengan pria yang jauh lebih muda. Bagi Orly, gaya hidup sang Ibu tidak sesuai dengan umurnya.
  • Suki. Suki ini perempuan yang paling cool diantara teman-temannya. Selayaknya anak muda pada umumnya, Suki memiliki masalah dengan kepercayaan dirinya, tapi ya itu, dia selalu denial, dan berusaha menyembunyikan masalah itu rapat-rapat. Tetapi lambat laun krisis kepercayaan dirinya menjadi semakin besar, sejalan dengan orangtuanya yang selalu berpikir negatif terhadap dirinya.
  • Zeke. Zeke ini pemuda rebellious tapi juga easy going dan sangat loyal pada sahabat-sahabatnya. Tapi, ternyata dia memendam masalah yang sangat besar dan menyimpan luka yang dalam di hatinya. Zeke merasa orangtuanya tidak mencintainya dan tidak menginginkan keberadaannya. Untuk menyembuhkan luka yang dipendamnya, Zeke harus berani mengkonfrontasi orangtuanya dan membuka pintu komunikasi yang selama ini terputus diantara mereka.
  • Konji. Nah, Konji ini pemuda yang polos dan naïf. Dia sedang mengalami dilem dengan masa pubertasnya. Dia merasa ditekan oleh aturan orangtuanya yang sangat kolot dan over-protective. Hingga ada satu peristiwa yang membuatnya shock. Hal itu membuat kepercayaannya kepada kedua orangtuanya hilang, dan Konji balik mempertanyakan moralitas orangtuanya yang sangat kontradiktif dengan semua peraturan yang mereka tuntut terhadap Konji.


Keempat remaja ini ada diantara kita. Ada banyak Orly, Suki, Zeke, dan Konji di lingkungan kita. Tinggal kita peka nggak sih? Atau kita cenderung judgmental dengan langsung melabeli mereka remaja nggak bener?

Mbak Upi ini nggak tanggung-tanggung lho bikin filmnya. Penulisan naskahnya saja butuh waktu setahun. IYA, SETAHUN! Masih ditambah riset intensif selama 2 tahun. IYA, DUA TAHUN! Untuk bisa menggambarkan realita senyata-nyatanya, Mbak Upi bener-bener total.

Buatku pribadi sih ini film remaja sekaligus parenting ya. Soalnya mengasuh anak itu bukan trial and error. Bukan pula kegiatan yang ada manual book-nya, nggak ada remediasi, dan yang jelas, ini buatku adalah perjalanan bathin dengan Sang Pencipta. Kok bisa? Iya, lha anak itu kan titipan Gusti Allah, WAJIB hukumnya untuk mendapat pengasuhan yang terbaik. Dan terbaik buat mereka ini belum tentu terbaik buatku, lho. Sudah cukup paham? Dan film My Generation ini seakan menjadi bekal kita, para orang tua, dalam mendidik anak.

Nah, pada tanggal 10 Oktober kemarin, ada konferensi pers yang dihadiri pemain dan sutradara film My Generation. Semua pemeran utama di film ini memang pemain baru, masih fresh, segar, dan to be honest, bikin penasaran. Sekarang kan dunia perfilman kita diisi sama pemain-pemain lama yang emang aktingnya nggak perlu diragukan lagi kan ya. Tapi pemain baru ini gebrakan baru dan berani banget dari Mbak Upi. Masih inget tentang film-film yang pernah ngehits jaman angkatan AADC? Dari angkatan itu juga muncul lho banyak pemain film baru, yang nyatanya sampai sekarang mereka udah bertengger jadi pemain film professional. Aku yakin, para pemeran tokoh utama di My Generation ini one day juga bakal jadi pemain film handal. You should watch them play their roles. Totalitas tanpa batas – mengutip entah siapa.



Mbak Upi dan pemeran utama film My Generation

Suki, Zeke, dan Konji

Tuh kan, para pemainnya aja oke punya semua

Kalau masih penasaran sama film remaja yang nggak ngepolin kisah cinta-cintaannya, wajib banget diintip trailernya disini: My Generation Trailer.
Karena biasanya kan film remaja itu ceritanya nggak jauh-jauh dari urusan percintaan kan ya, kalau yang ini beda. Isu keluarga, sekolah, bahkan internal issue dari dalam diri mereka sendiri menjadi tema pokok di film ini. If you want to watch something different, then you SHOULD watch this movie. Aku kalau udah ngomong gini nggak pernah bokis, Gengs. Karena jujur aku sendiri masih takut sama bakal remajanya anakku ini gimana. Zaman sudah berubah. Everything changes, and that’s the challenge. Titik.

Gengs, jangan lupa ya pasang alarm kalian. Tanggal 9 November 2017 film ini bakal rilis. Saatnya siapkan budget, siapkan waktu, dan mental buat nonton cerita yang bakal bikin kita ngelus dada dan introspeksi diri ini ya. Sekalian bawa popcorn, jangan lupa. Karena apalah artinya nonton tanpa popcorn dan coke lol.

 
Nonton kita yuk

Oktober 17, 2017

Because The Important Things is You, Yourself

Postingan ini disponsori oleh hasil ngelamun sambil menunggu lotek selesai dibuat dan dibungkus. Aku suka sekali melamun, kadang pikiran terbang nggak tahu sampai kemana, nembus aturan-aturan pakem, yang kalo kata orang disebut mimpi. Tapi kadang dari ngelamun itu aku menemukan ide-ide segar yang kalo orang bilang biasa didapat ketika kita lagi boker di kloset. Kalo aku kok beda, ide-ide itu biasa didapat kalau lagi ngelamun atau naik motor. 

Siang ini tadi baca-baca tulisan GKR Hayu yang kuidolakan sebagai feminist itu dan kemudian muncul ide, kenapa nggak bikin website berbasis domain sendiri saja. Bukan buat gaya-gayaan, tapi kalo punya website sendiri yang belakangnya pake .com seru juga yah. Kemudian muncul pertanyaan baru, kalo udah bikin terus bagaimana? Mau diisi apa? Mau diisi curhatan seperti ini apa ya nggak bosen dan kok kesannya nggak migunani liyan ya? Jadi dalam waktu sempit itu diputuskan kalau website masa depanku itu sebaiknya diisi hal-hal yang migunani liyan. 

Selain karena aku suka sekali menulis, aku juga suka sekali berbagi. Banyak hal yang sebenarnya pengen aku lakukan, tapi aku benar-benar sedang mengalami defisit segalanya: ya tenaga, ya waktu, ya uang. Entah bagaimana nanti aku mau set goal-ku yang ini, tapi layak sekali dibikin metode pencapaiannya. Semoga aku nggak malas, ya.

Sementara bikin resolusi untuk tahun 2018, tahun 2017 sendiri masih belum habis. Baiknya sisa 3 bulan ini dihabiskan dengan cara sebaik-baiknya. Baiklah, jadi mari kita bikin poin mini goals yang harus dilakukan selama 3 bulan kedepan.
  1. Mengurangi Bermain di Social Media. Ini gampang-gampang susah. Step pertama yang aku lakukan adalah menerapkan lagi zen living. Buka secmed untuk hore-hore saja boleh, tapi bahas hal-hal yang serius bin sensitif, sebaiknya aku nulis di blog saja. Bukan apa-apa, aku baru saja mengalami hal yang nggak mengenakkan. Dan itu terkait dengan orang terdekatku, jadi baiknya aku tulis di ruang yang bisa berisi penjelasan yang lebih luas daripada status facebook. Ya, lebih detailnya, aku mau puasa facebook dulu selama beberapa hari, atau beberapa minggu, jika diperlukan.
  2. Perbanyak Menulis di Platform-Platform Berbasis Blogspot atau Opini. Ya, seperti ini. Ada hal yang bisa dijelaskan panjang dan lebar untuk meminimalisir kesalahpahaman seperti jika hanya menulis secuil pemikiran di status Facebook, misalnya. Atau yang lebih ekstrem, 140 karakter di Twitter, misalnya. Aku ingin lebih tenang, dan karena itu, aku ingin memperbanyak menulis untuk menampung pemikiran-pemikiran yang sering ngumpul di kepala, tapi enggan kutulis di status-status social media. Dan, aku sendiri suka dengan topik yang sensitif di mata orang lain, seperti politik, agama, dan kesetaraan gender, maka sebaiknya kutulis di platform yang semi tertutup seperti ini. Mengapa semi tertutup? Karena hanya orang yang 'mau membaca' saja yang akan membacanya. Fair and square, right?
  3. Perbanyak Ibadah. Definitely untuk mendukung konsep zen living-ku.
  4. Perbanyak Memberi. Ini cita-cita sejak dulu, maksudnya, aku selalu merasa lebih tentram dan lega ketika bisa berbagi memberi kepada orang lain. Butuh ke-istiqomah-an dalam hal ini, karena kadang rejeki yang kita anggap nyata adalah berupa uang, yang mana pada beberapa bulan ini sedang seret karena suatu hal: gaji kami di kantor tidak secara tepat waktu dibayarkan, pun kantor masih menunggak pembayaran gaji selama beberapa bulan. Hal tersebut menghambat niat untuk memberi, padahal jika dipikir-pikir lagi, kayaknya nggak bakal kekurangan juga kalau hanya untuk memberi sesuatu untuk membuat anak-anak panti asuhan senang, misalnya. Tapi sifat manusia kami memang terlalu sombong.
  5. Perbanyak Membaca. Sebuah cita-cita luhur yang mungkin terlalu tinggi untuk ibu muda macam saya. Membaca sebuah novel yang agak berat saja sekarang butuh waktu berhari-hari, sedangkan membaca Harry Potter yang tebal itu dulu aku bisa selesai dalam waktu 1 x 24 jam. Betapa keterampilan membacaku menurun drastis karena tidak dilatih ini. Bagaimana aku bisa selesai membaca Das Kapital atau Di Bawah Bendera Revolusi kalau ketrampilan membacaku loyo begini? Sedih? Sempat sedih, kemudian bangkit. Ya kenapa sedih, toh sedih juga nggak menyelesaikan masalah. Mendingan bangun terus susun rencana bagaimana mengembalikan apa yang sudah hilang. Terdengar klise, tapi ini bukan pekerjaan Roro Jonggrang yang bisa sehari dua hari selesai, lho. Sekali lagi, butuh istiqomah.
  6. Merawat Diri. To be honest, i feel uncomfortable dalam bentuk tubuh seperti ini. Aku butuh membuang lemak-lemak tubuhku, dan butuh masker wajah untuk membuat wajahku kembali terlihat segar, seperti dulu. Mas Andro bilang aku nggak perlu semua itu, karena aku sudah cantik, versinya dia. Tapi aku ingin merawat tubuh agar lebih sehat (dan cantik atau kinclong itu anggaplah bonus) jiwa dan raga. Bukan hanya itu, merawat badan juga sejalan dengan merawat kesehatan, baik jiwa, maupun raga. Dan itu bukan semata untuk diriku sendiri, tapi jika aku sehat dan segar, Mas Andro dan Adek juga pasti lebih bisa dibahagiakan, bukan? Aku seringnya lupa, bahwa membahagiakan orang lain itu harus dimulai dengan membahagiakan diri sendiri.
After all, ada banyak hal yang ingin aku wujudkan, tapi semua bisa dilakukan satu demi satu. Memisahkan antara yang butuh dengan yang ingin adalah salah satunya. Perbanyak membaca buku bisa dilakukan sejalan dengan perbanyak menulis. Ada banyak sekali buku yang belum sempat aku beli untuk kubedah dan kureview sebagai tanda keseriusanku. Dan ada banyak sekali percobaan-percobaan lain yang antri untuk aku eksekusi sambil menunggu bulan-bulan penuh pekerjaan ini selesai. 

Kurangi tidur.
Karena akhir-akhir ini aku sering kelelahan luar biasa, aku jadi terbiasa bangun agak siang di pagi hari. Tidak sempat mengawali hari dengan me-time sebelum bertempur dengan urusan-urusan masak-memasak dan berakhir dengan bekerja di kubikel sendiri. Hal itu rupanya membuatku semakin kelelahan. Baiklah, mari kita bangun lebih pagi, melakukan olahraga ringan sebentar, memasak, dan siap bekerja. Sekali lagi, aku sangat butuh ke-istiqomah-an dalam melakukan rutinitas tersebut. Semoga aku mampu, ya Gengs. Maaf postingan kali ini serius sekali, karena aku juga lagi dalam mode serius. Serius ingin lepas dari hal-hal yang tidak aku sukai tapi mengikatku saat ini. Semoga tulisanku ini tidak membosankan, ya! Tabik!

Oktober 10, 2017

Nothing Stays The Same, and That's The Challenge

Cheerstraw!! :)
Hai, long time no see. Liat update terakhir blogspot, kok udah tahun lalu, dan seketika aku merasa tidak berguna. Terus, siapa suruh punya dua blog, sih, Nda! Kemudian hari ini aku kepikiran sesuatu, tentang blogku yang ini. Ini blog tertuaku, sudah banyak post yang aku publish disini dan sejak tahun 2015, sudah aku putuskan kalau blog yang ini hanya akan menjadi tempat publikasi karya fiksiku. Ya, memang aku bukan penulis tenar. Tapi setidaknya, aku penulis, kan, karena aku menulis? Lebih dari itu, aku percaya kalau suatu hari waktu akan memberi jalan, jadi selagi bisa berkarya, kenapa tidak terus berkarya?

Sepertinya tulisan kali ini akan mengandung curhat, karena siang ini aku napas tilas tempat-tempat yang dulu udah menjadi lingkungan kedua setelah rumahku. Ya, benar, lingkungan kost. Aku makan siang di warung soto yang dulu sering aku datangi. Aku mengendarai motor menuju Ekologi (biar dikira kekikian, lol!) melewati Pogung Pandega, melewati laundry langgananku yang wanginya merebak membuatku semakin tenggelam dalam nostalgia-nostalgia kecil semasa malas mencuci di kost (baca: emang selalu laundry, bocahnya udah males kalo sama urusan kucek-mengkucek baju cucian lol). Lalu aku sadar sesadar-sadarnya: lingkungan ini memang sudah berubah. Nothing stays the same.

Makin jauh aku semakin banyak berpikir. Berapa lama waktu yang sudah aku lalui sampai sekarang, sampai menjadi aku yang sekarang. Berapa banyak aku sudah bersyukur? Hidup sering menawarkan hal-hal diluar ekspektasi kita, seperti misalnya ketika sudah sampai Ekologi, eh, ternyata penuh. coworking space-nya juga penuh, atas bawah. Jadilah aku keluar lagi dan mencari tempat lain. Dapat, Eastern Kopi TM. Not bad. Not bad at all, karena mau bilang bagus kok menu kopinya cuma dikit banget. Jadilah pesan es teh dan kaya-cheese toast. Agak berlebihan, padahal di menu hanya tertulis roti bakar kaya keju. HAHAHA GOTCHA! 

Sekarang memang ada hal-hal yang membatasi aku, karena aku sudah menjadi Ibu. Suka-duka menjadi ibu aku tuangkan di blog tema parenting yang berbeda dari ini (baca: maretseptember.wordpress.com). Biarkan blog ini selalu menjadi blogku, aku, yang tidak berubah ditempa waktu. Aku yang selalu menjadi si sinis semenjak kuliah, aku yang tidak mudah percaya akan hal-hal yang belum aku cerna, aku yang memang suka mengamati (pemerhati, bukan aktivis) dan lebih suka mendengar ketimbang bicara, aku yang menuangkan apa yang tidak bisa aku ucap melalui tulisan-tulisan seperti ini.

Adalah sebuah hal yang penting, ketika kita punya waktu barang satu jam untuk menjadi diri kita sendiri. Memencet tombol F5 (jadul!) untuk memberikan kita sedikit kelonggaran dalam melepas embel-embel istri, ibu, karyawan, anak, atau apapun yang mempredikatiku. Aku hanya ingin memiliki kebebasan barang satu jam untuk melakukan apa yang aku mau: menulis blog. Kelak kita semua akan tahu, how important this one hour is. Begitulah, manusia kadang juga lelah dengan segala gelar yang disandangnya, meskipun banyak yang memuji betapa mulianya kita telah menjadi ibu, betapa pintarnya kita telah menjadi sarjana, betapa aktifnya kita menjadi karyawan perusahaan swasta, dan lain sebagainya. Tapi selalu ada yang terlupa, bahwa kita juga memerlukan kesendirian untuk menikmati perjalanan bathin kita, mengevaluasi diri kita sebagai seorang individu yang juga berpredikat makhluk asosial. Sendiri menjadi sesuatu yang mewah, karena jarang sekali kita dapatkan. Dan bulan-bulan ini, apalagi. Ugh!

Ada apa dengan bulan-bulan ini? These months, i tellya, are a very tiring month! Semua tidak selalu datang bertubi-tubi, tapi semua datang beriringan, tanpa jeda. Ini, sejujurnya, membuat kewarasanku agak kurang terjaga. Aku sering bengong memikirkan betapa banyak hal-hal yang tidak bisa aku lakukan, atau betapa banyaknya waktu yang terbuang hanya dengan hal-hal nggak penting (aku ingin banting hape saja!). Dulu aku bisa saja menulis sampai larut malam karena tidak ada yang harus diurus siang malam maupun tidak ada yang harus dipersiapkan sebelum pagi menjelang. Tapi sekarang tentu udah berubah, tapi aku hanya akan bilang kalau ini hanya soal ritme yang belum pas saja. Kupikir. Tapi ya... memang semakin dewasa semakin kita menemukan bahwa hobi kita adalah sebuah tempat nyaman dimana kita berharap bisa bersandar padanya seharian, meskkipun pada akhirnya hanya bisa dihitung dalam hitungan menit saja.

Pada akhirnya, tulisan ini hanya berakhir menjadi sesuatu yang nirfaedah. LOL. Jangan lupa menjaga kewarasan, kalian diluar sana!