Oktober 15, 2009

Sakit yang Sekedar Mampir

Tidak ada yang bisa dia lihat malam ini. Sebuah hantaman keras tangan lembut itu pun hanya sekelebat dia saksikan. Tidak pula rasa sakit yang dengan tiba-tiba menyerang. Lil sudah kebal. Rasa sakit itu hanya akan mampir sebentar di kulit luarnya, kemudian pergi entah kemana. hatinya sudah tidak mampu lagi menampung segala perih itu. Bahkan perih yang datang bertubi tiap malam.

Arta selalu melakukan itu. Hampir tiap malam Arta menghujani Lil dengan tamparan dan pukulan di dahi, pipi, lengan, wajah, semuanya. Lil bahkan sepertinya mulai menikmati semuanya. Karena beberapa menit kemudian Arta mulai mencumbunya, menciumnya, menidurkannya. Lil merasa seperti bayi dalam gendongan Arta. Lil merasa kecil di hadapan Arta yang kuat, yang gagah, yang ganteng. Lil merasa Arta adalah iblis berwajah malaikat. Iblis yang sangat dia cintai.

" Tidak bisakah kau berteriak?!" bentak Arta saat rambut Lil tengah porak-poranda di tangannya. Lil hanya tersenyum, menggoda Arta. Lil sedang menikmati wajah Arta. Wajahnya yang mulus tanpa jerawat. Wajahnya yang berubah menjadi candu hidupnya. Lil yakin, dia tidak akan bisa hidup tanpa Arta.
" Aku sayang padamu..." Lil berujar lirih.
" Anjing gilaaaa!!"
" Sayangkuu..."
Plaak! Plaak!
Dan Arta tersenyum puas, terus menghajar Lil, membuat wanita itu terbang ke surga ketujuhnya.

Pagi itu Lil bangun dengan tubuh berat luar biasa. Di sampinganya, Arta tertidur, telungkup, telanjang. Lil membelai rambut Arta lembut, mengusa kepalanya. Arta, lelaki perkasa itu terlihat sangat tenang dalam tidurnya. Arta terlihat seperti puppies dengan rambut halus coklatnya. Arta yang berarti segalanya buat Lil.
Aaahh...untuk menggerakkan tangan saja rasanya sakit sekali. Lil masih dengan pusingnya berusaha menggapai baju yang berceceran di lantai dekat tempat tidur. Anjing! Kakinya hampir tidak kuat menyangga tubuhnya! Lantai pun terasa jauh lebih dingin! Ahh, mungkin iya gue lagi sakit, batin Lil. Wanita itu mengusap dahinya sendiri. Sedikit panas.

" Bintaaaang..." erang Arta dalam tidurnya. Lil mendekat, mendekatkan moncong bibirnya ke pipi Arta.
" Selamat pagi sayang," balas Lil setelah mengecup pipi ARta pelan. Kini dia telah berpakaian rapi, bau dettol menyeruak. Lil sangat menyukai sabun dettol. Itu mengingatkannya kepada ayah dan ibunya di Jogja. Itu mengingatkannya pada sedikit perhatian Ibu saat dia mandi. Dan Lil ingin menyimpannya kuat-kuat, selamanya, di rongga paru-parunya.
" Aku sayang kamu, Bintang..." Arta tersenyum manis. Ada bekas cakaran di punggung Arta. Cakaran Lil.
" Kamu sudah lapar?" tanya Lil. Arta mengangguk sambil mencoba duduk. Rambutnya masih acak-acakan, bau tubuhnya masih sama seperti semalam, tidak ada bau dettol di tubuh Arta.
" Aku lapar, aku mau kamu..." jawab Arta. Lil tersenyum. Itu adalah saat paling romantis dalam hidup Lil. Saat Arta bilang," aku mau kamu." dengan ngga peduli betapa yang Arta mau adalah sex, bukan sekedar menunggunya pulang kerja.

*****

Di suatu sore di Starbucks. Lil sedang menghabiskan sorenya bersama Nyinyi. Nyinyi, teman sekantornya. Nyinyi, teman bermain-mainnya saat lagi bete. Nyinyi, teman yang selalu dengan keras menentang hubungannya dengan Arta. Arta, yang bukan suami, juga bukan pacar Lil.
" Elu goblok banget sih! Jelas itu namanya KDRT!" teriak Nyinyi. Lil sedang memperhatikan lebam biru di wajahnya. dia memoleh bedak lebih tebal lagi untuk menyembunyikan jejak Arta di wajahnya.
" Arta itu bukan lekong gua, bukan KDRT dong namanya yangg??" ngeles Lil.
" Lebih parah dari KDRT itu namanya!"
" Aaaah, gue bosen Nyi! Itu mulu itu mulu! Lama-lama kuping gue pengen pension juga nihh!"
" Gue ini cuman ngingetin lo! Pergi deh! Lo mau sampe kapan HTSan sama lekong orang gitu?"
" Lama-lama lu ngomong jadi kayak bencong ya? Gue cinta sama dia, sampe kapanpun gue bakal cinta!"
" Cinta buta!"
Lil terdiam. Dimana-mana, posisi Lil juga salalu dianggap salah. Cuma Arta yang menganggapnya benar. Cuma Arta yang bilang Lil tidak pernah salah. Lil percaya sama Arta, Lil percaya sama orang yang membenarkannya. Tanpa sanggahan.

Dan mereka bilang posisi Lil itu sekelas pelacur, perek. Tapi Lil selalu dengan tegas mengelak. Dia berhubungan dengan Arta atas suka sama suka. Tidak ada pihak yang dirugikan. Tidak istri Arta pula. Bukan salah Lil kalo Arta menjadi begitu mencintainya. Bukan salah Arta kalo dia mencari kebahagiaan dibawah ketiak Lil karena Sarah, istrinya tak juga peduli? Dan bukan salah Sarah kalo dia tidak peduli sama Arta, Sarah tidak pernah mencintainya. Bagi Sarah, perhodohannya dengan Arta hanya sebagai jembatan bisnis. Ya, agar hotel Luxio bisa bergabung dengan Mintz menjadi The Mintzio, jaringan hotel nomor wahid di Asia Tenggara. Jadi apa namanya? Cinta hanya politik. Cinta hanya main-main dan kucing-kucingan. Cinta bukan lagi hal sakral yang perlu ijab-kabul untuk merasakannya. Tidak bagi Lil.

Lil menghisap rokoknya kuat-kuat. Dia ingin mabuk sekarang. Arta tidak datang malam ini. Dia harus menemani Sarah menghadiri jamuan makan dari klien bisnisnya dari Korea. Perkembangan jaringan hotel mereka akan merambat sampai Korea Selatan. Lil menjadi gusar. Setiap malamnya tanpa Arta terasa bisu, kelam. Setiap malamnya tanpa tamparan sekaligus belaian Arta terasa sangat menyakitkan, jauh lebih menyakitkan dibanding pukulan yang membuat lengannya hampir mati rasa. Tapi apa?? Lil pernah bilang itu cinta. Bukankah cinta itu politis dan hanya akal-akalan belaka? Ah, dan bahkan sekarang cinta itu sedang menyamar sebagai bentuk persetubuhan antara Lil dan Arta. Dan itu salah!

Lil menyalakan rokok keduanya. Dia tidak bisa lagi berpikir realistis. Mungkin benar, Nyinyi tidak salah dalam ucapannya. Tapi Lil tidak bisa mengobati segala cantu Arta yang telah melekat kuat! Lil tidak akan bisa hidup tanpa Arta. Arta adalah sepotong jiwanya. Dan Lil hanya sebongkah raga tanpa jiwa bila sendiri.

Lil semakin tenggelam dalam argumentasinya sendiri. Ditenggaknya Chivas Regal itu berkali-kali. Dan itu membuatnya limbung. Pengalaman akal-akalannya dengan Arta memang belum terendus siapapun, tapi Lil takut bila suatu saat dia akan sendiri tanpa Arta. Dia takut bila dalam malam tidak ada Arta. Tidak ada bintang seperti di Jogja, tidak ada bau dettol dari Ibu.

Ahh..., Lil hanya ingin mabuk. Lil ingin menenggak berbotol-botol minuman memabukkan, agar saat bangun nanti dia menemukan tulang-tulangnya remuk, sama persis seperti saat ada Arta di dekatnya. Sama sakit dan bahagianya saat Arta mencium sambil menjambak rambutnya. Sakit yang hanya sekedar mampir, seperti Lil yang hanya mampir sebentar di dunia, untuk menemui Arta. Karena setiap orang pada akhirnya hanya punya satu tujuan : mati.

Lil menghela napas. Biarkan saja aku begini. Mereka bilang aku perek, cabo, pelacur! Aku ngga peduli. Tau apa mereka tentang aku dan Arta? Tau apa mereka tentang cinta? Mereka hanya sok tau! Mereka hanya tau dari celah sempit yang mereka bikin sendiri! Mereka hanya menerka! Dan Lil semakin tenggelam dalam kebisuan malam, tanpa Arta..

Nayla, kisah keberanian wanita untuk bersuara


Nayla.
Tidak terbayang kalo ternyata novel ini begitu berat buat saya. Ceritanya sangat kontroversial dan berani. Pantas novel ini mendapat predikat "novel dewasa". Meskipun kata-kata yang terkandungnya sarkas banget, tapi tidak ada kesan porno atau ketidaklayakan untuk membacanya.

Pada awalnya saya pikir novel ini hanya bercerita tentang ala kadarnya wanita bernama Nayla yang broken home dan sering diperlakukan ibunya dengan tidak manusiawi. Tapi ternyata lebih dari itu. Nayla kecil tumbuh menjadi gadis yang menurut saya itu adalah kelainan mental. Nayla yang tidak percaya tentang kesakralan cinta tapi saya sangsi, Nayla sedang mencari cinta. Nayla tidak percaya dengan segala cinta yang pernah dia liat, dengar, dan rasa pada masa lalunya. Nayla tertekan hingga dia menjadi limbung dan merampok taksi.

Sebenernya ngga ada yang tau seperti apa Nayla sebenernya. Nayla yang jelas terlukis disini, yang hanya dengan sekilas kita baca hanyalah gadis pemabuk yang bercinta dengan Juli, seorang wanita yang mengurung jiwa lelaki di dalamnya. Nayla yang mencari mabuk. Nayla yang merasa terkurung dalam langit gelap Jakarta. Nayla yang sering ngompol, juru lampu, penari tiap malam minggu, dan Nayla yang dengan lantang berkata," saya lebih suka melihat tubuh wanita telanjang, ketimbang laki-laki."

Hare gene gitu, secara kita harus punya kan bacaan yang dapet pesan morilnya. bacaan yang ngga sekadar tongpes, yang sekali ditusuk jarum isinya angin doang. Itu udah ngga jamaaaan! Coba deh, karya-karya Djenar Maesa Ayu ini penuh isi. Tidak sekedar bacaan malam saja. So, kalo penasaran dengan novel berat ini, baca aja deh. Nggaaaaa bakal ada rasa nyesel, malah yg ada kita dapet inspirasi. Don't miss it!

Judul novel : Nayla
Pengarang : Djenar Maesa Ayu

Oktober 01, 2009

The Gogons, James and The Incredible Incidents


Wow... satu kata buat buku ini. Kalo diliat dari judulnya sih keliatan komedi banget gitu, tapi setelah baca. Ehmmm...ngga ada yang bisa aku jelasin. Semua masalah itu muncul dengan indah banget. Terus coba renungkan makna kata: hidup adalah sebuah siklus pengorbanan yang indah. Indah sekali bukan?? Tere-liye, sang pengarang menggunakan runtutan kata-kata yang indah buat menggambarkan sebuah kesedihan beruntun itu.

Novel itu bercerita tentang 6 sahabat, 6 cowok metroseksual dengan permasalahan yang jauh dari normal (menurutku sih). James, Adi, Diar, Dito, Ari, Azhar. Mereka memiliki kesamaan yang membuat mereka bisa berkumpul dan bersatu, tapi mereka juga punya their own problem yang pada akhirnya akan membuat mereka tidak menjadi enam.

Pengorbanan indah tanpa sengaja memporak-porandakan hubungan persahabatn mereka, persahabatan yang menjadi comfirt zone buat Ari. Persahabatan yang membanti Dito berusaha lolos dari eksekusi hukuman mati dan keterlibatannya dalam kesetiaan semu, persahabatan yang menguatkan Adi dalam pekik rumah tangganya yang hampir karam, persahabatan yang membuat Diar, entahlah, harus aku deskripsikan apa sosok manis ini, persahabatan yang membuat Azhar terus mengejar cintanya pada Dahlia hingga nyawa menjadi taruhannya, dan pada akhirnya, persahabatn yang menjadi korban dari runtutan masalalu James dan si gadis penderita skizofrenia akut dan unik.

Jalan ceritanya unik dan penuh misteri. Tapi Tere-Liye mampu bercerita dengan sangat detil bagaimana setiap hal itu menjadi nyata. Pertemuan di pesawat, lari telanjang, kata-kata kematian yang sarkas sekali, hingga bagaimana segerombolan komodo itu berbalik arah saat melihat tatapan cinta sepasang matanya. Semuanya indah, semuanya tragis, semuanya sayang untuk dilewatkan.

Judul: The Gogons, James and The Incredibles Incidents.
Pengarang: Tere-liye