Maret 28, 2018

Berdamai dan Melepaskan

Postingan ini ditulis karena kegelisahanku beberapa malam ini. Kepikiran sampai dibawa tidur. Tidur tidak nyenyak, sebentar kebangun, sebentar tidur masih dengan otak yang memikirkan hal yang sama berulang-ulang. Lelah, bukan? Aku nggak tahu apa ada teori yang mengatakan kalau otak tidak ikut tidur meskipun raga kita sedang tidur. Sekali lagi, en-tah-lah.
Dan postingan ini ditulis sambil mendengarkan Payung Teduh yang Alhamdulillah ya lagunya lebih bagus dari Akad yang ya-apalah-menurut-saya. 

Mengapa takut pada lara
Sementara semua rasa bisa kita cipta
Akan selalu ada tenang
Di sela-sela gelisah yang menunggu reda

Ya, sayangnya benar sekali. Kenapa harus takut dengan lara? Beberapa hari ini aku nggak tahu gimana caranya, tersibukkan dengan membaca status facebook pada rentang tahun tertentu. 2010-2011 adalah tahun-tahun terberatku. Tapi nggak tahu gimana ya aku tetep kelihatan semangat-semangat aja, ketawa-tawa aja, ngelucu, ngelawak, bahkan sempat ngegombal. Padahal di dua tahun itu masing-masing aku kena penyakit patah hati akut yang kemudian berimbas pada mindsetku: udahlah semua cowok itu kalo nggak bangsat ya bangsat banget.

Patah hati yang pertama di tahun 2010 disponsori oleh hubungan jarak jauh dan hubungan dengan permantanan. To be honest, aku paling paling paling benci urusan sama mantan, mantannya pacarku contohnya. Sejak saat itu jelas aku trauma nggak jelas kalo udah urusannya deket sama cowok. Selalu pengen kutanyain: urusan lo sama mantan lo udah kelar belom? Udah beres belom? Kalo belom, kelarin dulu, baru bisa lo deketin gua. Semacam itu, tapi jelas aku nggak ber-elo-gua, ya. 
Urusan mantan ini memang pelik. Aku sendiri selalu cut the shit off kalo udah putus ya udah putus aja. Nggak bakal lagi sok menye-menye sama mantan, dan ya udah sih jomblo itu enak banget ternyata ya. Pikiranku kala itu.
Menyibukkan diri, semakin rajin ikut kegiatan di kampus, makin rajin belajar dan membaca (komik), main sama temen-temen, makan yang banyak, tidur, bahkan bisa pup dengan tenang. 

Hingga tahun 2011 ikut KKN-lah aku. KKN yang kuikuti kala itu benar-benar membekas segala-galanya buat aku. Mau nangis, mau ketawa, udah semuanya jungkir balik. Terjebak friendzone yang berdarah-darah, yang bakal sembuh dan legowo beberapa tahun kemudian. Nangis nggak karuan sampai udah nggak bisa keluar air mata. Meskipun pada saat itu aku juga melepaskan masa lalu yang udah menggerogoti pikiranku sejak dulu, jauh dari tahun 2011. Amazing bukan, rasanya? Sementara aku juga sibuk dengan urusan skripsi, kerja sampingan di MPKD dan konsultan. Cari uang, cari kesibukan.

Yang entahlah semua kejadian selalu di deket-deket hari ulang tahunku. Kadang kupikir, apa aku dikutuk pada tanggal itu? Aku lahir dengan membawa serta nestapa. HALAH SA AJA LAU REMAHAN KHONGGUAN!

Mau move on, mau melepaskan lagi rasa-rasa di tahun 2011, lha tiba-tiba datang kado berupa ipod yang katanya bisa mencentang salah satu wishlist-ku. KHANMAEN KHAN PA YA AQU BISA MUV ON JIKA DIKAU TERUS BEING TOO GOOD TO BE TRUE BEGITU? Ingin memaki-maki diri sendiri, berteriak betapa gila dan bodohnya aku kala itu. Tapi ya sudahlah, kuharap waktu bisa menyembuhkan segala-iya-segala-galanya yang gelap dan pengap ini. 

Time heals. How long does it take? Ternyata, setahun saja tidak cukup. Aku hanya lari, terus lari dan enggan berhenti sekedar menatap realita. Berlari dari satu buku ke buku lain, berlari dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain. Berlari dari satu tempat ke tempat yang lain. Yang ketemunya sama saja: lo cuma kelamaan lari, tapi kalo lo nggak bisa forgive and forget, ya sama aja, dasar curut! 

Kadang aku juga bisa setegas itu sama diri sendiri.

Hingga ada fase sendiri, yang aku benar-benar sendiri. Bertemu dari satu psikolog ke psikolog yang lain (yang untungnya sih temen sendiri ya, jadi gratisan, lol). Diajari bagaimana menenangkan diri, fokus pada tujuan, dan tentu saja, santai saja. Nggak perlu lari, jalani saja. 

Tahun 2012 akhirnya skripsi selesai, aku wisuda dan langsung keterima kerja di sebuah konsultan di Jogja tanpa kesulitan -- hingga sekarang. 2012 adalah tahun yang damai, beriak lembut, dan meskipun ada desir-desir sedikit, aku mampu meredamnya. Banyak-banyak mempositifkan diri, beribadah, berteman, tertawa, dan tersenyum. Hingga tahun 2013 datang. Ketenangan itu masih ada. Bukan hidup namanya jika kita hanya merasakan bahagia terus. Ombak itu datang. Sangat besar. Teramat besar. Aku limbung dan sempat sangat impulsif: apa aku keluar dari kerjaanku, cari beasiswa ke luar negeri dan pergi. YA, AKU INGIN LARI LAGI. 
Aku ingin tempat yang baru, lingkungan baru, teman baru, dan fokus belajar. I cannot tell you masalah apa menerpaku, let it be my secret. Bahkan menuliskan ini masih bisa bikin aku meneteskan air mata :)
Oiya, dan di tahun 2013 ini akhirnya aku bisa berdamai dengan masa lalu di tahun 2011. Misterius dan unpredictable sekali, bukan? Akhirnya, teori time will heal ini efektif juga di aku. Bisa bernafas lega.

Sekarang, lima tahun semenjak kejadian tahun 2013, yang hanya AKU yang tahu dan paham benar bagaimana rasanya, legowo itu masih belum hadir 100%. Bersyukur sudah sedikit-sedikit merasa enakan. Forgive and forget, apakah ketika kita sudah memaafkan, otomatis kita akan melupakan? Aku tidak tahu makna memaafkan. Mungkin terdengar egois, karena ketika orang meminta maaf padaku, aku selalu sengan mudah memaafkan, tapi kusimpan baik-baik kenangan tentang perlakuannya itu padaku. Honey, scars remain. Aku tidak mau seperti keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali, bekas luka itu kugunakan sebagai pengingat agar aku tidak lagi melakukan kesalahan yang sama pada ORANG yang sama pula. Dan tulisan ini dibuat, murni sebagai upayaku berdamai dengan masa lalu, dan tentang melepaskan. Melepaskan semua lelah, melepaskan semua yang menyakiti, melepaskan. Lepaskan semua, hei, kamu, hati!