Agustus 25, 2010

Ah, Miskin!

Sangat mengusik sekali lagu di tetangga sebelah. Musik dangdut yang disetelnya dari tadi seakan sudah ingin melubangi gendang telinga. Dan yang lebih parah lagi, suara musik dangdut itu masih harus melawan suara cempreng dari si pemilik kaset yang tidak kalah buruk dari kaleng rombeng. Ah, hujan! Pasti sebentar lagi petir akan datang. Tolong, sore ini seharusnya syahdu, tapi kenapa menjadi berisik! Kasar di kuping, tidak pernah ada kelembutan. Bahkan, volume musik setan itu sudah dinaikkan lagi menjadi volume maksimum!

Pelan tapi pasti, guyuran hujan semakin deras. Jutaan desah air meluncur menghujam tanah lembek di depan kontrakan. Bukan, komplek kontrakan. Beberapa air menuruni dinding, mengalir membasahi sprei buluk dan bau yang membungkus kasur tipis milik Gendis. Dia tidak punya cukup ember untuk menampung rentetan air yang menerobos dari gentengnya. Longsor, sebaiknya longsor saja biar rumah ini hancur! Biar pemerintah mau memberinya ganti rugi! Toh aku juga bayar pajak, pikir Gendis.

Dari kejauahn terdengar suara ribut. Orkestra apalagi itu? Pusing! Setiap hari selalu begitu, kalo memang sudah tidak bisa dipertahankan lagi, kenapa tidak cerai saja! Ah, paling-paling mereka berdua tidak bisa menahan nafsu sex mereka bila harus berpisah. Hanya untuk teman di ranjang. Dasar miskin! Ngga mampu beli perempuan di Sarkem. Sakit telinga.

Jatuh bangun aku mengejarmuu...
Namun dirimu tak mau mengertiii...

Setan! Bukannya lagu ini sudah sejuta kali diputar? Tidak punya lagu lain yang lebih manusiawi dan lebih cocok dengan hujan? Dasar orang miskin, ngga punya selera!

Dok...dok...dok!!
Televisi butut ini memang harus dipukul dulu biar warnanya tidak goyang-goyang. Apalagi ditengah hujan petir kayak gini, bikin tambah tidak karuan. Masih untung punya televisi! Yang lain? Hanya radio butut, hanya karpet butut, kontrakan butut, suami butut! Ah, siapa suruh jadi miskin!

"Woy, kecilin suara dangdut brengsekmu itu! Bikin tiviku nggak mau nyala nih!" teriak Gendis marah.
" Nonton tivi apa film mesum kau! Hahaha!" balas tetangga.
" Setan!"
" Butuh gaya baru buat pelangganmu ya? Sini, gue ajarin!"
" Iblis!"

Percuma ngomong sama orang miskin! Nggak punya pendidikan, nggak bisa ngomong! Rumah reyot, harus ngontrak pula! Bah, katanya negara kaya, dimana-mana bisa tumbuh padi! Preeet! ah, dan kenapa juga harus bersekat anyaman bambu begini! Mengesalkan!

Dan di pojok, teronggok sebuah benda bulat berwarna hijau berlogo SNI. Gendis meliriknya. Benda sialan itu, kenapa minyak tanah menjadi sangat langka, malah dikasih bom seperti itu. Pemerintah mau membunuh orang miskin ya? Tapi asyik juga kalo bisa bermain-main dengan pemerintah. Mata Gendis berputar nakal. Biarkan saja pejabat negara tidak ada yang tertarik dengan tubuh kerempengnya, toh sesama orang miskin lain masih ada yang mampu membayarnya seratus ribu. Tapi membuat kekacauan di tengah hujan deras? Ah, semoga longsor saja! Gendis membuka selang tabung elpiji di pojokan, ruangan menjadi berbau gas. Untunglah, masih ada beberapa batangan korek di kontrakan bututnya ini. Kata orang Jepang, ini namanya suicide. Biarkah, sudah bosan menjadi orang miskin, sudah bosan menunggu tanah longsor!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar